Senin, 22 April 2013

Aku Mau Ayah


   Aku Mau Ayah
( Ayah Ada Ayah Tiada )

Berikut adalah resume seminar parenting yang sempat saya catat dengan judul “Aku Mau Ayah”. Pembicaranya adalah Irwan Rinaldy, seorang aktivis parenting.  Beliau bekerjasama dengan Yayasan Buah Hati Bunda Elli Risman.

Diawali dengan Q.S 59:18
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat), dan bertakwalah kepada Allah.  Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Berdasarkan ayat tersebut, Irwan mengajak para ayah untuk menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini.
Sudahkah Anda sebagai Ayah melakukan hal-hal berikut:
  1. Ayah yang rutin membaca Al’Quran setiap hari di depan anak-anaknya
  2. Ayah yang rutin bercerita kepada anak-anaknya tentang kisah-kisah Nabi dan para sahabat Nabi
  3. Ayah yang rutin membangunkan anak-anaknya di pagi hari
  4. Ayah yang rutin membacakan kalimat toyyibah di pagi hari bagi anak-anaknya
Irwan mengatakan, Ayah di pagi hari harus special.  Saat sarapan bersama anak-anak, hendaknya ayah bertanya tentang perasaan anaknya ( apakah senang, sedih, dll).  Bukan bertanya: “ Sudah mengerjakan PR belum?” Karena pertanyaan tersebut (“ Sudah mengerjakan PR belum?”) pasti akan ditanyakan juga oleh gurunya ketika sampai di kelas.

Seorang ayah bagi anak merupakan pendatang baru.  Karena ayah baru hadir setelah anak berada sembilan bulan dalam kandungan ibu.  Ayah juga harus memahami kebutuhan anak melalui peran (psikologi ayah ) dan tokoh ayah (fisik ayah).  Dan bagi istri, ayah merupakan pasangan pengasuh untuk mengasuh anak.  Jadi, ayah harus ada secara fisik dan psikologis.

Karena kenyataan yang ada sekarang adalah Ayah Ada Ayah Tiada.  Artinya ayah hanya ada secara fisik tapi tak pernah ada secara psikologis.  Irwan mencontohkan di pagi hari seorang anak pamit untuk berangkat sekolah. Saat mau salim sang ayah hanya memberikan sebelah tangannya saja pada anaknya sementara tangan yang lain sibuk memegang hp/bb nya.  Matanya, pikiran, dan hatinya tidak tertuju pada anaknya tapi pada hp/ bb nya saja.

Atau yang lebih parah lagi anak tak pernah atau jarang bertemu sosok ayah karena kesibukan pekerjaan dan tuntutan pekerjaan.  Waktu diperjalanan serta jarak dari rumah ke kantor yang jauh.  Sehingga saat anak bangun dari tidur sang ayah sudah berangkat.  Dan, saat anak sudah terlelap tidur ayah baru pulang dari kantor.  Ayah baru menyadari kalau anaknya sudah beranjak besar saat anaknya sudah bisa melawan perkataan orangtuanya.

Anak-anak kita sekarang, katanya, adalah anak yang dititipkan di sekolah.  Bayangkan! dari pagi sampai sore anak-anak berada di sekolah ( untuk sekolah yang full day).  Ditambah anak diikutsertakan kegiatan ekstrakurikuler dan les.  Maka total waktu anak berada dalam pengawasan orangtua sangat sedikit.

Irwan mencontohkan ada sebuah kasus yang ditanganinya dimana seorang ayah yang kaget melihat anak perempuannya yang sudah tumbuh remaja dan tiba-tiba harus menghadapi kenyataan pahit karena putrinya (maaf) mengalami kehamilan diluar nikah.  Saat itu sang ayah langsung marah pada anaknya. Namun saat itu juga sang ayah tersentak ketika sang putri berkata: “ kemana saja ayah selama ini?”
Saat itulah sang ayah baru sadar kalau selama ini ia tak pernah ada untuk anaknya.  Saat masalah datang menimpa putrinya ia baru sadar betapa ia telah menyia-nyiakan putrinya.

Sosok ayah juga merupakan pasangan pengasuh bagi istrinya.  Hendaknya anak-anak berada dalam pengasuhan bersama ayah dan ibu.  Bukan hanya ibu saja.  Atau yang sekarang banyak terjadi adalah dalam pengasuhan babby sitter/ asisten rumah tangga.
Rumah dan sekolah adalah dua tempat yang menentukan proses perkembangan anak-anak.  Memilih sekolah/tempat pendidikan yang baik merupakan tanggungjawab orangtua agar anak-anaknya dapat berkembang dengan baik.

Menurutnya, sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu memberikan pendidikan yang baik yang terdiri atas pengajaran dan pengasuhan pada anak.
Ia menilai kurangnya peran/tokoh guru laki-laki di TK dan SD.  Lihat saja di TK dan SD pada kelas bawah ( kelas 1-3) lebih banyak didominasi guru perempuan ketimbang guru laki-laki.

Irwan  mencontohkan ada seorang guru perempuan yang sedang bercerita tentang kisah sahabat Nabi ( seorang laki-laki ).  Sang guru yang notabene perempuan bersusah payah berusaha meniru gerakan laki-laki untuk menjadi gagah.  Tetap saja ini hal ini akan lebih mudah dipraktekkan jika gurunya adalah guru laki-laki.  Ia mengatakan alangkah baiknya jika guru laki-laki banyak ditempatkan pada sekolah TK atau SD untuk kelas bawah.  Hal ini untuk memberikan sosok ayah bagi anak-anak sejak dini.

Apalagi pada usia TK dan SD adalah umur copas (copy paste) terbaik bagi seorang anak.  Umur pembentukan karakter atau akhlak terbaik.  Pada usia tersebut, hanya 10% saja yang ditangkap anak secara verbal dari orangtua/guru.  Selebihnya sebanyak 90% anak lebih banyak meniru dari yang ia lihat (role play/contoh/model).

Sebagai orangtua/guru kita harus memahami kapan saatnya kita aktif berbicara atau memberi contoh pada anak dan kapan waktunya kita mendengarkan anak.  Ada prosentase untuk mendengar dan bicara/aktif terhadap anak-anak kita sesuai dengan usia mereka.  Keterangannya bisa dilihat pada penjelasan berikut.
  1. Usia anak 0-10 tahun (TK-SD) à70% orangtua aktif/bicara, dan 30%  mendengar
  2. Untuk anak usia 10-17 tahun (SMP-SMU) atau ABG kebalikannya.  Hanya 30% saja orangtua bicara dan selebihnya 70% orangtua harus mau mendengarkan anak. 
Setelah mengetahui prosentase tersebut mudah-mudahan kita bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.  Jangan kebalikannya.  Saat anak-anak kita masih kecil kita justru pasif pada anak.  Ketika anak mulai ABG, saat mereka butuh didengar, kita malah banyak memberi omelan pada mereka.  Tak heran jika banyak ABG yang lebih nyaman curhat kepada temannya dibanding kepada orangtuanya.  Karena orangtuanya hanya bicara saja ( menyuruh, menegur, memarahi, dll) tanpa mau mendengar isi hati anaknya.

Saat ini Indonesia mengalami fatherless country dan father hunger.  Artinya negara yang kekurangan sosok ayah.  Anak-anak yang kehilangan sosok (peran & tokoh) ayah.  Menurutnya, Indonesia adalah negara NII = Negara Ibu-Ibu.  Sebagian besar aktivitas mengasuh dan mendidik anak dilakukan oleh kaum ibu.  Padahal sudah dipaparkan bahwa tugas ayah adalah sebagai pasangan pengasuh anak.  Jadi hendaknya anak tidak hanya diasuh oleh ibu saja tapi juga oleh ayah.

Ketiadaan sosok ayah tidak hanya terjadi di rumah dan di sekolah saja.  Tapi juga pada institusi keagamaan atau kegiatan keagamaan.
Ia telah melakukan survey di masjid-masjid pada saat sholat Jumat.  Hasilnya, dari 70 khotib Jumat yang ia survey selama enam bulan, hanya ada tiga khotib yang menyapa anak-anak saat berceramah.  Padahal, pada saat sholat Jumat tidak sedikit jamaah anak-anak disana.

Ia mengatakan anak-anak adalah titipan Tuhan yang paling berharga.  Merujuk pada Q.S 59:18 diatas, kita sebagai ayah atau orangtua kelak akan ditanya oleh Allah apa yang telah kita lakukan untuk hari esok.  Maksudnya adalah apa yang telah kita lakukan pada anak-anak kita.  Apa yang telah kita berikan, kita ajarkan dan kita wariskan untuk mereka.  Anak-anak adalah generasi penerus agama dan bangsa di masa depan.  Hendaknya kita bisa memberikan yang terbaik untuk mereka.  Dimulai dari pola pengasuhan terhadap anak-anak di rumah,di sekolah dan seterusnya.
Pada akhirnya, Ayah Irwan berpesan:
  1. Bukalah hari anakmu dengan Allah dan Rasul ( pagi saat bangun tidur)
  2. Tutuplah hari anakmu dengan Allah dan Rasul ( malam sebelum tidur)

Demikian secuil ‘oleh-oleh’ dari seminar parenting “Aku Mau Ayah”.  Mohon dikoreksi jika ada kata/kalimat yang salah atau tidak sesuai.  Karena daya ingat saya terbatas serta tulisan ini hanya berdasar pada catatan kecil saya yang masih kekurangan data lengkap hasil seminar.

Semoga bermanfaat!

      Special thanks to:
      Ambu Firda Yunita atas kegigihan dan keteguhannya untuk mendatangkan Ayah Irwan Rinaldy pada acara seminar parenting ini.
      Ka’ Resky (sang sekretaris)
      Bu Siti & Bu Syifa (MC & moderator)
      and to all MC’s teachers for the good teamwork.

Tangerang, September 30, 2012
14.25 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar